- Kapadze Masuk Bursa Pelatih Timnas Indonesia: Eks Kapten Georgia Dinilai Punya Visi Jelas
- Sumardji Tegaskan PSSI Sudah Kantongi 5 Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- Timnas Indonesia U-22 Kalah 1–3 dari Mali, Pelatih Soroti Penurunan Fokus
- GKR Timoer Tegaskan Pakubuwono XIV Purbaya Resmi Menjabat Raja Keraton Surakarta
- Timnas Indonesia U-22 Siap Hadapi Tantangan Berat dari Mali dalam Laga Uji Coba Jelang SEA Games 202
- Perjalanan Kiandra Ramadhipa, Pembalap Muda Sleman yang Berhasil Menaklukkan Sirkuit Barcelona
- Pramono Optimistis Kegiatan Belajar di SMAN 72 Pulih dan Normal Pekan Depan
- Mhs Fasilkom UPN Jatim Dukung Transformasi Digital UMKM Arara Art melalui Program Bridgepreneur
- Tim UPN Jatim Serahkan Satu Unit Mesin Huller Inovasi Pengolahan Beras Sehat kepada Desa Bendosewu
- Perkembangan Terbaru Kasus Ledakan SMA Negeri 72 Jakarta
Rancangan Bangunan Arsitektur untuk Mengatasi Curah Hujan Tinggi di Daerah Tropis

Zona Today - Wilayah beriklim tropis memiliki karakteristik iklim yang unik, yaitu suhu udara yang relatif tinggi sepanjang tahun, kelembapan yang tinggi, serta curah hujan yang cukup besar dengan intensitas yang tidak merata. Kondisi ini menuntut penerapan prinsip-prinsip arsitektur tropis yang mampu beradaptasi dengan kondisi cuaca ekstrem, termasuk hujan deras yang terjadi hampir setiap hari pada musim tertentu. Dalam konteks tersebut, rancangan arsitektur tidak hanya berfungsi sebagai pelindung dari air hujan, tetapi juga sebagai sistem pengelolaan air yang berkelanjutan dan efisien secara ekologis.
Strategi utama dalam menghadapi curah hujan tinggi terletak pada perancangan bentuk dan kemiringan atap. Bangunan tropis umumnya menggunakan atap dengan kemiringan antara 30°–45° untuk mempercepat aliran air hujan (runoff) dan mencegah genangan di permukaan atap. Bentuk atap pelana, limasan, atau perisai banyak dipilih karena selain efektif mengalirkan air, juga memberikan sirkulasi udara alami di bawah ruang atap yang membantu mengurangi panas di dalam bangunan. Elemen overhang dan kanopi lebar diterapkan untuk melindungi dinding dan bukaan dari percikan air hujan, sekaligus mengontrol radiasi matahari langsung pada siang hari.
Selain desain atap, sistem drainase juga menjadi komponen penting dalam arsitektur tropis. Air hujan yang jatuh di permukaan bangunan diarahkan melalui talang air (gutter) dan pipa pembuangan vertikal (downspout) menuju sistem penyaluran yang terintegrasi di tapak. Di sini, prinsip rainwater management system diterapkan, di mana air dialirkan menuju sumur resapan, biopori, atau tangki penampungan (rainwater harvesting tank). Air hujan yang tertampung dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan non-potable seperti penyiraman taman, mencuci kendaraan, atau keperluan kebersihan, sehingga mendukung konsep bangunan hemat air dan berkelanjutan.
- Banjir Bandang Terjang Kota Semarang, Puluhan Rumah Terendam dan Aktivitas Warga Lumpuh Total0
- Ratusan Siswa Keracunan Massal Usai Program Makan Gratis Sekolah, Pemerintah Bentuk Tim Investigasi 0
- Hari Sumpah Pemuda 2025: Generasi Muda Didorong Wujudkan Inovasi dan Persatuan di Era Digital0
- Semarak Hari Batik Nasional 2025 Generasi Muda Didorong Bangga Memakai Batik Lokal0
- TikTok Reaktif di Indonesia Setelah Pemenuhan Data0
Selain sistem atap dan drainase, perancangan lanskap adaptif di sekitar bangunan berperan penting dalam mengatasi curah hujan tinggi. Permukaan tanah sebaiknya tidak seluruhnya ditutupi material keras, melainkan menggunakan perkerasan berpori (permeable pavement) agar air dapat meresap ke dalam tanah secara alami. Vegetasi dengan daya serap tinggi, seperti pohon berakar dalam dan tanaman peneduh, membantu menstabilkan kelembaban tanah serta mengurangi limpasan air permukaan (surface runoff). Lanskap yang dirancang dengan pola elevasi dan aliran alami juga dapat berfungsi sebagai buffer zone yang menahan air hujan sementara sebelum meresap ke tanah.
Dari sisi struktur, material yang digunakan harus tahan terhadap paparan air dan kelembaban tinggi. Pemilihan material seperti beton, batu alam, dan kayu tropis yang sudah diawetkan dapat meningkatkan ketahanan bangunan terhadap pelapukan akibat hujan. Selain itu, sistem sambungan, sudut pertemuan atap, dan pertemuan antara dinding dan lantai perlu dirancang dengan detail konstruksi tahan air (waterproof detailing) untuk mencegah kebocoran dan kerusakan jangka panjang.
Dengan penerapan prinsip-prinsip tersebut, bangunan tropis tidak hanya mampu bertahan dari curah hujan ekstrem, tetapi juga berfungsi secara ekologis — menyalurkan, menampung, dan memanfaatkan air sebagai bagian dari siklus lingkungan alami. Pendekatan ini sejalan dengan konsep arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture), di mana bangunan tidak lagi dipandang sebagai entitas tertutup, melainkan sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan iklim dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, arsitektur tropis menjadi bentuk nyata dari adaptasi cerdas manusia terhadap alam, menjaga keseimbangan antara kenyamanan, efisiensi energi, dan keberlanjutan ekologi.
|
Hashtag : #Zona #Today #ZonaToday #zonatoday.com #ArsitekturTropis #DesainBerkelanjutan #BangunanRamahLingkungan #SustainableArchitecture #RainwaterHarvesting #ManajemenAirHujan #GreenBuilding #ArsitekturHijau #IklimTropis #DesainAtapTropis #DrainaseEfisien #PerkerasanBerpori #LanskapAdaptif #EfisiensiEnergi #BangunanTahanCuaca #ArsitekturEkologis #ArsitekturNusantara #KonstruksiTropis #InovasiArsitektur

Penulis Heru Subiyantoro, ST., MT. , adalah dosen senior









